Kamis, 18 Oktober 2007

Pancasila VS ISLAM

Beberapa rekan di milis banyak menanyakan dan ngotot bahwa Pancasila yang telah di Amandemen sejalan dengan Islam.


Disini saya pertama akan menyatakan bahwa ilmu syariat yang ada dalam Islam mencakup masalah ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu fiqh, ilmu usul fiqh, ilmu kalam.

Kemudian sebelum saya mencari apa yang ada dalam pancasila itu, perlu juga saya jelaskan disini darimana itu rincian pancasila datangnya dan siapa yang mula-mula mengajukan ide dan konsep pancasila itu.

Nah untuk masalah ini, perlu kita mundur kebelakang kewaktu ketika BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) atau Dokuritzu Zunbi Cosakai yang terdiri dari 62 anggota dengan ketuanya Dr Rajiman Widiodiningrat yang dibentuk dan dilantik oleh Jenderal Hagachi Seisiroo seorang jenderal Angkatan Darat Jepang bersidang dari tanggal 28 Mei sampai dengan 1 juni 1945.

Dalam sidang BPUPK pada tanggal 1 juni 1945, dipersilahkan kepada Soekarno untuk menyampaikan pidatonya. Ternyata isi pidato Soekarno itu berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah negara Indonesia yang diberi nama pancasila. Setelah diteliti lebih cermat, diketemukan rincian-rincian konsepsi usul tentang dasar falsafah negara Indonesia yang disebut pancasila oleh Soekarno itu terdiri dari

Pertama, kebangsaan Indonesia atau nasionalisme.

Kedua, perikemanusiaan atau internasionalisme.

Ketiga, mufakat atau demokrasi.

Keempat, kesejahteraan Sosial.

Dan kelima, Ketuhanan.

Konsepsi usul dasar falsafah negara perlu diolah kembali, karena itu konsepsi yang diajukan Soekarno masih kasar dan tidak mewakili seluruh rakyat. Untuk merumuskan kembali konsepsi pancasila ala Soekarno ini, dibentuklah satu panitia diluar BPUPK, yang dinamakan panita sembilan, karena anggotanya sembilan orang, yaitu Soekarno, Hatta, Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Agus Salim, Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Ahmad Subardjo, dan Mohammad Yamin. Anggota panitia sembilan, hanya seorang yang beragama Kristen yaitu Maramis. Sedangkan anggota lainnya adalah muslim, ya, boleh dikatakan muslim yang dipengaruhi ideologi nasionalisme seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Subardjo, Abikusno Cokropsuyoso.

Pada tanggal 22 juni 1945 lahirlah dari hasil rumusan panitia sembilan ini yang oleh Mohammad Yamin disebut dengan Piagam Jakarta. Dimana dalam Piagam Jakarta itu ada perubahan mendasar dari rincian konsepsi usul Soekarno itu, yakni rincian Ketuhanan ditambah dengan 7 kata yang baru, yaitu dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. Jadi bunyi lengkapnya rincian itu menjadi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Kemudian BPUPK ini mengadakan sidangnya lagi yang kedua dari tanggal 10 Juli sampai 16 Juli 1945 untuk membicarakan rancangan Undang Undang Dasar. Dimana setelah mengalami perubahan-perubahan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945, rancangan Undang Undang Dasar inilah yang disahkan dan ditetapkan menjadi UUD 1945 dengan rumusan terakhir pancasila yang tercantum dalam preambule (pembukaan) UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Dimana bunyi dari pembukaan UUD 1945 adalah "Berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ke Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Rupanya, apa yang telah dirumuskan dalam Piagam Jakarta itu ada perobahan yang mendasar, yaitu sila Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya, ternyata telah dirobah. Alasannya karena adanya usul sekelompok orang Kristen yang berasal dari Sulawesi Utara, tanah kelahiran A.A. Maramis yang diajukan kepada Muhammad Hatta yang memimpin rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Kemudian setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan dan Kasman Singodimedjo (keduanya bukan anggota panitia sembilan), menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta yang menjadi keberatan dimaksud. Sebagai gantinya, atas usul Ki Bagus Hadikusumo (yang kemudian menjadi ketua gerakan pembaharu Islam Muhammadiyah), ditambahkan sebuah ungkapan baru dalam sila Ketuhanan itu, sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dan di cantumkan dalam preambule (pembukaan) UUD'45 sampai sekarang dan tidak boleh seorangpun merubahnya.

Kelihatan dengan jelas dan gamblang dan sejarah telah mencatat, bahwa dalam jangka waktu 24 hari, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, dirobah menjadi Ketuhanan Yang maha Esa, sampai sekarang.

Selanjutnya, karena pancasila telah disahkan dan ditetapkan sebagai asas atau dasar negara RI, maka apa yang tercantum dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan dan dibuat oleh KNIP (Komite Nasional Pusat), selama MPR dan DPR belum terbentuk, sebagai badan yang diserahi kekuasaan legislatif berdasarkan pada Maklumat Wakil Presiden No.10 pada tanggal 16 Oktober 1945, yang berisikan pemberian kekuasaan legislatif kepada Komite Nasional Pusat, harus selaras dan sejalan dengan apa yang ada dalam preambule UUD45 atau apa yang disebut dengan pancasila.

Nah sekarang, setelah menyelusuri sedikit asal datangnya konsep pancasila sampai berada dalam Preambule UUD 1945, maka sekarang kita lihat dari sudut syariat Islam.

Kalau memakai kacamata syariat Islam mudah saja melihat dimata letak salahnya pancasila itu.

Pertama, Soekarno ketika membuat konsepsi usul tentang dasar falsafah negara Indonesia yang diberi nama pancasila itu sumbernya bukan diambil dari Islam.

Kedua, rincian Ketuhanan yang dikemukakan dalam konsep usul tentang dasar falsafah negara Indonesia bukan merupakan konsepsi Ketuhanan yang diambil dari Ketauhidan yang ada dalam Islam. Meng Esakan Allah SWT, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.

Dan tidak seorangpun yang setara dengan Dia. Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al-Ikhlas, memurnikan Ke-Esaan Allah, QS, 112: 1-4.

Ketiga, hasil rumusan panitia sembilan yang telah merumuskan konsepsi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ternyata dirobah dan kembali dibuang tujuh kata yang merupakan hasil kerja panitia sembilan.

Seterusnya, yang tinggal adalah karena pancasila yang ada sekarang ini, telah kehilangan ruh Islamnya, disebabkan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya telah dibuangnya, dan digantikan dengan yang maha esa.

Nah disini, kita sorot apa itu yang dinamakan dan dimaksud dengan sila Ketuhanan yang maha esa yang ada dalam pancasila itu disorot dari sudut syariat Islam.

Tetapi dalam membahas sila Ketuhanan yang maha esa yang ada dalam pancasila ini harus dihubungkan juga dengan UUD 1945, BAB XI AGAMA, Pasal 29, (1)Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.(2)Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Mengapa ? Karena ada hubungannya antara sila Ketuhanan yang maha esa yang ada dalam pancasila dengan UUD 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa"

Mari kita kupas, apa itu yang dimaksud dengan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ada masalah yang sangat mendasar yang perlu diketahui, mengapa pancasila dan pasal 29 UUD 1945 tidak diterima oleh Islam ?.

Alasan pertama, adalah kalaulah konsepsi ketuhanan yang maha esa menurut pancasila ini mencakup seperti apa yang telah difirmankan Allah "Katakanlah Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia" (Al-Ikhlash, 1-4), maka itulah yang disebut ajaran ketauhidan, tetapi kalau tidak, maka itulah ajaran falsafah negara pancasila yang semu, kabur dan lemah".

Alasan kedua, adalah berdasarkan kepada Bab XI tentang Agama pasal 29 UUD 1945 yang berisikan, 1.Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2.Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Apakah yang dimaksud dengan "Negara berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 diatas itu ?

Jawabannya adalah, konsepsi ketuhanan yang maha esa yang bisa diterima oleh seluruh agama, aliran kepercayaan dan adat istiadat yang ada di Indonesia. Artinya, konsepsi ketuhanan yang maha esa yang fleksibel, atau yang seperti karet.

Misalnya aliran kepercayaan yang percaya kepada satu patung yang besar, maka konsepsi ketuhanan yang maha esa dapat diterima, karena satu patung yang besar sama dengan tuhan yang maha esa (satu). Contoh lainnya, misalnya aliran kepercayaan yang percaya kepada satu pohon beringin yang besar, maka konsepsi ketuhanan yang maha esa dapat diterimanya, karena satu pohon beringin yang besar sama dengan tuhan yang maha esa (satu).

Jadi, kalaulah konsepsi ketuhanan yang maha esa ini menurut konsepsi ketuhanan yang maha esa yang ada dalam akidah Islam, maka Negara Pancasila adalah hanya mengakui satu agama yaitu Islam, dan ini adalah jelas bukan yang dimaksud dan dituju oleh Bab XI pasal 29 ayat 1 UUD 1945 tersebut.

Karena konsepsi ketuhanan yang maha esa ini bukan berdasarkan pada konsepsi ketuhanan yang maha esa yang berdasarkan pada ketauhidan yang bersumberkan pada akidah Islam, maka jelas, Islam secara terang-terangan tidak menerima konsepsi ketuhanan yang maha esa yang tercantum dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa" dan sila Ketuhanan yang maha esa yang ada dalam pancasila.

Nah, konsekwensi logisnya adalah, karena Islam tidak menerima konsepsi ketuhanan yang maha esa yang ada dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 UUD 1945 dan sila Ketuhanan yang maha esa yang ada dalam pancasila, maka isi dari seluruh UUD 1945 adalah bukan dijiwai oleh akidah Islam. Dengan kata lain, bahwa Islam adalah berada di luar UUD 1945, atau UUD 1945 adalah UUD yang sekuler dan sila-sila lainnya yang ada dalam pancasila menjadi gersang dari aqidah Islam (walaupun bunyi sama, tetapi isi lain).

Karena menurut Bab XI pasal 29 ayat 1 UUD 1945 negara bukan berdasarkan konsepsi ketuhanan yang maha esa menurut akidah Islam, maka ayat keduanya yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu" adalah sama dengan penetapan yang ada di negara-negara sekuler. Artinya, bebas bagi setiap warga untuk beragama atau tidak, agama tidak ada sangkut pautnya dengan negara.

Mengapa agama tidak ada sangkut pautnya dengan negara? Karena tidak ada satu ayatpun dalam UUD 1945 yang mengatakan bahwa "Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (Sunnah) Muhammad SAW" seperti yang terkandung dalam Undang Undang Madinah Bab IV PERSATUAN
SEGENAP WARGANEGARA pasal 23.

Jadi kesimpulannya adalah, Negara Pancasila dengan dasar pancasila dan UUD 1945-nya adalah Negara yang hukumnya bersumberkan kepada yang bukan agama (Islam) atau kepada nilai-nilai sekuler atau bisa dimasukkan kepada golongan Negara Kafir yang sekarang sedang dan masih diperjuangkan untuk tetap dipertahankan".

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.