Seorang rekan kita bertanya sbb :
”Saya adalah salah seorang mahasiswa yang sedang belajar di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Jika melihat fakta bahwa umat Islam di Indonesia adalah sekitar 85 % dari jumlah masyarakat yang ada di Indonesia, mengapa dengan umat sebanyak itu bukan aturan Allah yang dijadikan landasan dalam menjalankan roda pemerintahan Indonesia?.
Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam agar menyadari bahwa kita harus hidup dalam aturan yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan kita masih hidup dalam sistem negara sekuler yang memisahkan antara pemerintahan dengan agama?.
Upaya apa yang harus dilakukan oleh umat Islam khususnya yang ada di Indonesia, dengan membandingkan keadaan ketika masa Nabi Muhammad saw yang berusaha menegakkan aturan Islam di bawah sistem pemerintahan jahiliahnya Abu Sofyan dengan keadaan Indonesia dimana masyarakat Islam sebagai mayoritas namun masih hidup dalam bayangan sistem jahiliyah?” (Antonio Cassano)
---------------------------------------------------------------------
Sekarang, kalau kita mulai meneliti dan mencoba memberikan jawaban atas pertanyaan saudara Antonio diatas, yaitu mengapa dengan umat Islam yang hampir 85 % dari jumlah penduduk yang ada di Indonesia bukan aturan Allah yang dijadikan landasan dalam menjalankan roda pemerintahan ?.
Karena, kalau kita perhatikan kehidupan rakyat di RI, dimana sebagian besar rakyat Indonesia yang kebetulan muslim masih keberatan dan tidak menghendaki berlakunya hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT dan dicontohkan Rasulullah saw. Sebagian besar rakyat Indonesia masih tetap berusaha mempertahan Negara RI yang berfalsafah Pancasila dan berundang undang dasar UUD 1945. Juga sebagian besar rakyat Indonesia menghendaki Negara RI menjadi negara sekuler, sebagaimana sebagian besar negara-negara lainnya yang sekuler, dimana agama hanya untuk pribadi dan tidak dicampurkan dalam bidang dan urusan politik, pemerintahan dan negara, seperti yang terjadi di negara-negara yang sekuler lainnya.
Nah, sikap penolakan terhadap Islam yang secara menyeluruh ini yang merupakan batu penghalang dan penghambat untuk tegaknya hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw di RI. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa disebut dengan sikap penolakan secara menyeluruh?.
Karena sebagian besar rakyat di Indonesia hanya menerima Islam sebagai agama yang bersifat pribadi, artinya cukup dilaksanakan secara pribadi-pribadi. Walaupun telah dilakukan penyebaran Islam melalui pendidikan, baik secara pendidikan disekolah-sekolah umum atau sekolah-sekolah agama atau pesantren-pesantren atau perguruan tinggi atau universitas, tetapi dalam realita pelaksanaannya, terutama yang menyangkut masalah politik Islam dan pemerintahan Islam serta kehidupan secara Islami yang kaffah hanya berlaku didalam mata pelajaran atau mata kuliah di lingkungan pesantren atau sekolah atau universitas saja. Sehingga tidak heran kalau intelektual-intelektual muslim yang telah memperoleh pendidikan Islam kemudian keluar dari lingkungan universitas atau perguruan tingginya dan mulai berdiri sendiri dalam kehidupan masyarakat tidak bersepakat untuk tegaknya hukum Islam dan pemerintahan Islam sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw dengan Negara Islam pertamanya di Yatsrib beserta Undang-Undang Madinah-nya.
Kemudian, adanya sumber hukum pancasila dan UUD 1945 yang menutupi dan menghambat penerapan dan pelaksanaan Islam secara menyeluruh. Selama rakyat di Indonesia masih menjadikan pancasila sebagai sumber hukum negara dan UUD 1945 sebagai acuan dasar hukum, maka selama itu hasil pembinaan dan pendidikan Islam tidak akan memasyarakat apalagi tegaknya hukum Islam dan pemerintahan Islam. Jadi hasil pembinaan dan pendidikan Islam di Indonesia adalah manusia-manusia muslim yang dipengaruhi oleh pancasila, UUD 1945 dan ideologi-ideologi lainnya.
Nah, dengan lahirnya manusia-manusia muslim yang telah dipengaruhi oleh hukum-hukum yang bersumberkan kepada Pancasila, UUD 1945 dan ideologi-ideologi lainnya didalam kelompok, organisasi, partai, masyarakat dan pemerintahan inilah yang menjadikan makin sulitnya untuk menegakkan hukum Islam dan pemerintahan Islam dengan Undang Undang Madinah sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Karena dasar idea hukum Islam dan pemerintahan Islam dan Undang Undang Madinah sangat jauh berlainan dengan hukum yang bersumberkan kepada pancasila dan yang mengacu kepada dasar hukum UUD 1945.
Jadi disini kita melihat bahwa manusia-manusia muslim yang telah dipengaruhi oleh hukum-hukum yang bersumberkan kepada pancasila dan yang mengacu kepada UUD 1945 telah menjadikan semua hukum di RI yang bersumberkan kepada pancasila berada diatas hukum-hukum lainnya, termasuk hukum yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw.
Nah sekarang, mengapa manusia-manusia muslim yang telah dipengaruhi oleh hukum-hukum yang bersumberkan kepada pancasila dan yang mengacu kepada dasar hukum UUD 1945 telah menjadikan semua hukum di RI yang bersumberkan kepada pancasila berada diatas hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw?.
Karena mereka menganggap dan percaya bahwa sila pertama yang berbunyi ”ketuhanan yang maha esa”yang tertuang dalam pancasila adalah tauhid. Dimana kata ”ketuhanan” digandengkan dengan tiga kata "yang maha esa" lahir melalui pikiran Ki Bagus Hadikusumo setelah mendapat protes dari kelompok pengikut A.A. Maramis yang menolak sila "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" yang tertuang dalam Piagam Jakarta.
Kemudian kalau diteliti secara mendalam, yang dimaksud dengan tiga kata "yang maha esa" sebagai tauhid yang dinyatakan oleh Ki Bagus Hadikusumo adalah bukan tauhid sebagaimana yang tertuang QS Al Baqarah, 2: 163: "wa ilaahukum ilahu wa hidun la ilaha illa hua ar rakhmanurrahiim" dan QS Al Ikhlas, 112: 1-4. Mengapa ?
Karena, kalau memang benar tiga kata "yang maha esa" yang dilahirkan oleh Ki Bagus Hadikusumo adalah tauhid menurut Al Qur'an, maka tauhid tersebut bisa dijadikan sebagai acuan dan sumber hukum yang dipakai di RI. Tetapi, kenyataannya di RI, tauhid sebagai mana yang tertuang dalam Al Qur'an tidak diterapkan dan tidak dijadikan sebagai acuan bagi dasar dan sumber hukum di RI. Padahal, yang namanya sumber tauhid yang dimaksud dalam Al Qur'an adalah merupakan sumber tauhid yang dijadikan sebagai acuan bagi dasar dan sumber hukum yang dipakai dalam negara Islam pertama yang dibangun Rasulullah saw.
Nah, karena menurut fakta dan bukti menunjukkan bahwa dasar dan sumber hukum di RI adalah bukan sumber hukum yang berisikan tauhid yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw, melainkan tauhid-tauhid-an model Ki Bagus Hadikusumo dengan tiga kata "yang maha esa"-nya, maka anggapan sila pertama pancasila ”ketuhanan yang maha esa” sebagai tauhid adalah salah fatal.
Jadi, karena sila pertama pancasila ”ketuhanan yang maha esa” adalah bukan tauhid yang mengacu kepada QS Al Baqarah, 2: 163 dan QS Al Ikhlas, 112: 1-4, maka hukum-hukum yang bersumberkan kepada pancasila dan yang mengacu kepada dasar hukum UUD 1945 yang dipakai di RI adalah hukum-hukum sekuler yang tidak dibenarkan dijadikan hukum diatas hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT dan yang dicontohkan Rasulullah saw.
Kemudian, pertanyaan berikutnya, apa yang harus dilakukan oleh umat Islam agar menyadari bahwa kita harus hidup dalam aturan yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah sedangkan kita masih hidup dalam sistem negara sekuler yang memisahkan antara pemerintahan dengan agama?
Bagi generasi kaum muslimin yang hidup dalam masa millenium ini, yang telah sadar dan sedang berusaha untuk membangun kembali sistem pemerintahan dan aturan-aturan didalamnya, tidak ada cara lain selain harus mencontoh kepada langkah-langkah Rasulullah saw dalam membangun individu, masyarakat, pemerintahan dan negara sebagaimana yang telah berhasil dijalankan baik ketika 13 tahun di Mekkah ataupun 10 tahun sesudah berhijrah ke Yatsrib atau Madinah.
Sekarang yang perlu diingat dalam dalam usaha membangun individu, masyarakat, pemerintahan dan negara ini sebagian syarat-syarat yang diperlukan telah tersedia, bahkan telah bermunculan di abad ke duapuluh ini negara-negara yang mengatasnamakan Islam. Hanya, masalahnya yang masih kurang adalah aqidah Islam dan ukhuwah Islam yang belum diterapkan di negara-negara yang mengatasnamakan Islam tersebut, padahal yang menjadi dasar atau fondasi utama pemerintahan dan negara yang dibangun Rasulullah saw adalah aqidah Islam dan ukhuwah Islam, sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Madinah.
Nah, kekurangan inilah yang harus kita isi. Salah satu cara untuk meningkatkan dan memelihara aqidah Islam dan ukhuwah Islam adalah melalui metode dan penerapan aqidah Islam yang dilakukan oleh Rasulullah saw pada periode-13-tahun di Mekkah.
Sekarang, kalau kita memperhatikan dan mempelajari penduduk di Indonesia adalah bermacam ragam, seperti juga keadaan penduduk Yatsrib pada masa Rasulullah saw, dimana penguasanya sebagian besar adalah yang mengaku muslim, paling tidak menurut KTP-nya. Tetapi karena aqidah Islam dan ukhuwah Islam yang menjadi dasar dari Undang Undang Madinah dalam pemerintahan dan negara yang dibangun Rasulullah saw tidak diterapkan di Negara RI, melainkan hanya mengacu kepada sumber hukum pancasila dan dasar hukum UUD 1945, maka Negara RI sampai kapanpun tetap akan menjadi menjadi negara sekuler dengan landasan dan sumber hukum pancasila dan dasar hukum negaranya UUD 1945 yang sekuler.
Kalau aqidah Islam dan ukhuwah Islam tidak diterapkan di hati masing-masing yang percaya kepada Allah, maka sampai kapanpun tidak akan memperoleh petunjuk untuk membangun pemerintahan dan negara sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dengan Undang Undang Madinah-nya. "Mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung."(QS Al Baqarah, 2: 3-5)
Karena itu, tugas kita kaum muslimin yang telah sadar untuk mengembalikan pemerintahan dan negara sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dengan Undang Undang Madinah-nya adalah berusaha menerapkan aqidah Islam dan ukhuwah Islam dalam semua aspek kehidupan.
Dalam mencontoh Rasulullah saw ini kita harus melayangkan kembali pikiran kita ke awal dimana Rasulullah saw pertama kali melakukan dakhwah dan menyebarkan serta memasyarakatkan Islam di Mekkah ini, baik secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terang-terangan.
Dimana pada periode awal ini, Allah SWT telah menggariskan dan menekankan kepada pembinaan aqidah dan meyakinkan bahwa Allah SWT yang telah menciptakan seluruh alam semesta beserta segala isinya dengan serba teratur. "Dialah yang menjadikan matahari bersinar cemerlang; dan bulan bercahaya terang, dan ditetapkan-Nya tempat-tempat peredarannya supaya kamu dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan. Allah menjadikan itu hanyalah dengan kebenaran; dijelaskan-Nya keterangan-keterangan untuk kaum yang (mau) mengetahui." (QS Yunus, 10: 5). Memberitahukan kepada seluruh ummat manusia bahwa segala apa yang ada di langit dan bumi sujud kepadaNya. "Hanya kepada Allah-lah sujud segala apa yang dilangit dan dibumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa..." (QS Ar-Ra’d, 13: 15). Membimbing ummat manusia dengan petunjuk-Nya untuk memohon ampunan dan ridhaNya. Memberitahukan akhlak Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul sebelumnya dari mulai Nabi Adam AS sampai Nabi Isa AS untuk dijadikan sebagai contoh tauladan, bagaimana perjuangannya, kesabarannya, keteguhannya, keyaqinannya dalam menyampaikan risalah Allah kepada masing-masing ummatnya. Juga memberitahukan bagaimana kesudahan dari ummat Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul yang membangkang perintah Allah. Memberitahukan orang-orang mu'min akan mendapat kemenangan dan orang-orang kafir akan memperoleh kehancuran. "..Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku..."(QS Al Maa’idah, 5: 3).
Jadi, aqidah Islam yang diterapkan dan ditanamkan serta dijalankan oleh Rasulullah saw pada periode-13-tahun di Mekkah ini adalah merupakan suatu dasar atau pondasi utama dalam membangun individu, masyarakat, pemerintah dan negara.
Seterusnya, mengenai pertanyaan, upaya apa yang harus dilakukan oleh umat Islam khususnya yang ada di Indonesia, dengan membandingkan keadaan ketika masa Nabi Muhammad saw yang berusaha menegakkan aturan Islam di bawah sistem pemerintahan jahiliahnya Abu Sofyan dengan keadaan Indonesia dimana masyarakat Islam sebagai mayoritas namun masih hidup dalam bayangan sistem jahiliyah?
Dalam hal ini ada beberapa upaya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika membina dan menjalankan aqidah Islam, yaitu sebagaimana yang tertuang dalam ayat: "Sesungguhnya kamu ini ummat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku" (QS Al Anbyaa', 21: 92). "Dan sesungguhnya kamu ini ummat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku" (QS Al Mu'minun, 23: 52)
Kemudian kalau kita kembali mempelajari da'wah Rasulullah saw ketika pada periode 13-tahun di Mekkah tergambar beberapa langkah, yaitu:
"Pertama, mendasarkan kepada pedoman wahyu pertama "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Yang menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang teramat mulia. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS Al 'Alaq, 96: 1-5). Dimana da’wah Rasulullah saw berdasarkan pedoman ayat pertama ini, istri Rasulullah saw, Sitti Khadijah adalah orang pertama yang pertama yang mengimani dan masuk Islam.
Kedua, mengacu kepada perintah dan pedoman "Hai orang yang berselimut: Bangunlah dan berilah peringatan. Besarkanlah Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu, jauhilah perbuatan ma'siat, janganlah kamu memberi, karena hendak memperoleh yang lebih banyak. Dan hendaklah kamu bersabar untuk memenuhi perintah Tuhanmu" (QS Al-Muddatstsir, 74: 1-7). Dari hasil pelaksanaan penerapan QS Al-Muddatstsir, 74: 1-7 ini, kemudian Rasulullah saw secara sembunyi-sembunyi menyebarkan Islam kepada sahabat-sahabat terdekatnya, diantaranya Abu Bakar Siddiq, Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin 'Auf, Thalhah bin 'Ubaidillah, Abu 'Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah bin Khathab (adik Umar bin Khathab), Said bin Zaid Al 'Adawi (suami Fatimah bin Khathab). Ternyata hasil da’wah Rasulullah saw tersebut adalah sahabat-sahabat inilah yang mendapat gelar As Saabiquunal awwalun, yaitu orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk Islam. Dimana da’wah secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung kurang lebih tiga tahun. Jadi disini Rasulullah saw dalam menjalankan da’wahnya tidak melibatkan diri langsung dengan sistem pemerintahan Quraisy dibawah pimpinan Walid bin Mughirah, melainkan berada diluar system pemerintahan Quraisy.
Ketiga, mengacu kepada pedoman "Maka jalankanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik"(QS Al-Hijr, 15: 94). "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat"(QS Asy-syu'ra, 26: 214). Dengan berpedoman kepada perintah ini, Rasulullah saw secara terang-terangan menyebarkan Islam dan sekaligus berpaling dari kaum kafir dan musyrik Quraisy Mekkah. Disini Rasulullah saw tidak mengadakan kompromi atau melalui cara damai, karena Allah SWT telah menugaskan untuk menyiarkan Islam dan berpaling dari orang-orang yang menentang Islam secara terang-terangan. Inilah yang disebut dengan metode da’wah Rasulullah saw secara terang-terangan tanpa kompromi.
Keempat, membangun individu dan masyarakat muslim dalam rangka pembinaan dan penguatan aqidah Islam dan pengenalan lebih jauh tentang Islam sebagaimana inti yang tercantum dalam surat-surat yang diturunkan di Mekkah, seperti masalah akidah, ketauhidan, sejarah Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, dakhwah, surga dan neraka, sifat-sifat manusia, golongan-golongan manusia, kejahatan syaitan dan kemuliaan malaikat dan ilmu pengetahuan. Dimasa melakukan da'wah secara terang-terang inilah Rasulullah saw mengadakan pembentukan jamaah yang terbuka disuatu tempat yang dikenal dengan nama Aqabah pada tahun kesebelas Hijrah, sehingga lahirlah apa yang disebut dengan ikrar Aqabah pertama. Dalam melakukan ikrar Aqabah ini beberapa utusan suku Aus dan Khazraj dari Yatsrib (Madinah sekarang), yaitu Abu al-Haitsam bin Thayyiban, Abu Umamah Asad bin Zujarah, 'Auf bin Harits, Rafi' bin Malik bin 'Ajlan, Qutbah bin 'Amir bin Hadidah dan Jabir bin 'Abdullah bin Rubab mengikrarkan di depan Rasulullah untuk memeluk Islam.
Kelima, selanjutnya pada tahun ke duabelas kenabian, dilakukan ikrar Aqabah kedua dimana datang tujuh puluh dua orang muslim dari Yatsrib di musim haji dan menerima Islam, juga sekaligus mengundang Nabi untuk datang ke Yatsrib. Pemimpin mereka Bara bin Marur menyatakan atas nama orang-orang Yatsrib memberikan jaminan dan perlindungan yang diperlukan Nabi. Nabi memilih dua belas orang dari muslimin Yatsrib dan diangkat sebagai pemimpin. Sembilan orang dari suku Khazraj dan tiga orang dari suku Aus. Yang dari Khazraj adalah Asad bin Zararah, Rafi' bin Malik, Ubadah bin Shamit, Sa'ad bin Rabi', Mandzar bin 'Amr, 'Abdullah bin Rawaha, Bara bin Marur, 'Abdullah bin 'Amar dan Sa'd bin 'Ubadah. Dari suku Aus adalah Usaid bin Hudnair, Sa'd bin Khaitsmah dan Rafa'ah bin 'Abdul Mundzar (Ibnu Sa'd, Ath-Thabaqat al-Kubra, Beirut, 1960. Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Kairo, 1955).
Keenam, melakukan hijrah, dimana setelah Rasulullah saw menerima perintah "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!." (QS An-Nisa, 4: 75)". "Telah diizinkan (berperang) bagi oran-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: 'Tuhan kami hanyalah Allah'. Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja gereja, rumah rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa" (QS Al Haj, 22: 39-40). "Dan perangilah dijalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampui batas" (QS Al Baqarah, 2: 190).
Nah, dari enam langkah ini kelihatan dengan jelas, bahwa dalam membangun dan menjalankan penerapan aqidah Islam dan ukhuwah Islam itu dilakukan dengan cara bertahap, sampai ketahap akhir melalui jalan perang, setelah pemerintahan Islam dan negara Islam pertama berdiri di Yatsrib pada tahun 1 H.
Kalau kita menelusuri lebih kedalam lagi tentang pembinaan dan penerapan aqidah Islam dan ukhuwah Islam yang dihubungkan dengan usaha untuk menyatukan visi dan misi dari setiap individu, masyarakat, organisasi dan partai-partai politik berasas Islam, maka sebenarnya usaha tersebut harus didasarkan kepada suatu usaha baik secara sosial ataupun secara politis yang tanpa kompromi. Mengapa?
Karena, kalau kita pelajari kembali visi dan misi untuk menyatukan visi dan misi dari setiap individu, masyarakat, organisasi dan partai-partai politik berasas Islam adalah mengarah kepada sasaran untuk "membangun persatuan dengan berlandaskan keadilan, amanah dan perdamaian yang bertujuan untuk beribadah, bertaqwa dan mengharap ridha Allah SWT dengan misi membangun kembali satu masyarakat muslim dan non muslim didalam satu kekuasaan pemerintahan Islam dimana Allah yang berdaulat, yang menerapkan musyawarah dan menjalankan hukum-hukum Allah dengan adil dalam naungan Daulah Islam yang berdasarkan akidah Islam dengan konstitusi yang mengacu kepada Undang Undang Madinah yang tidak mengenal nasionalitas, kebangsaan, kesukuan dan ras."
Nah, sebagai contoh kita ambil dua hal saja dari visi dan misi itu yaitu, pertama, mengenai Allah yang berdaulat. Kemudian yang kedua, tentang menerapkan musyawarah dan penetapan peraturan, hukum dan undang undang didasarkan pada Al Qur'an dan Hadist.
Kalau kita ambil Allah yang berdaulat, berarti bahwa segala sesuatu harus dikembalikan kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul-Nya (Sunnah). Jadi apa yang sekarang berlaku di Negara RI yang berazas pancasila dan be-UUD 1945, dimana rakyat yang berdaulat, artinya kekuasaan ada ditangan rakyat, maka dengan dipilihnya Allah yang berdaulat, jatuhlah sistem rakyat yang berdaulat sebagaimana yang dianut di hampir semua negara-negara sekuler dengan sistem pemungutan suara mayoritasnya.
Kemudian, kalau kita ambil musyawarah dan penetapan peraturan, hukum dan undang undang didasarkan pada Al Qur'an dan Hadist, maka sistem pengambilan suara mayoritas atau terbanyak dalam menetapkan peraturan, hukum dan undang undang seperti yang berlaku dalam sistem negara sekuler, menjadi gugur.
Jadi dengan mendasarkan kepada visi dan misi diatas itu tergambar enam butiran yang menjadi pondasi untuk berdiri dan berjalannya pemerintahan dan negara Islam yang mengacu kepada apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw, yaitu:
1. Allah yang berdaulat.
2. Menerapkan musyawarah.
3. Menjalankan hukum-hukum Allah dengan adil.
4. Membuat anggaran dasar mengacu kepada Undang Undang Madinah.
5. Keanggotaan tidak dilihat dari nasionalitas, kebangsaan, kesukuan dan ras.
6. Penetapan peraturan, hukum dan undang undang didasarkan pada Al Qur'an dan Hadist.
Terakhir, inilah sebagian upaya yang harus dilakukan oleh umat Islam khususnya yang ada di Indonesia untuk menyatukan visi dan misi yang tanpa kompromi dengan sistem Negara RI yang berazas pancasila dan ber-UUD 1945 sekuler. Upaya inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw yang menerapkan aqidah Islam tanpa kompromi ketika dihadapkan kepada sistem yang dianut oleh pihak kaum kafir dan musryik Quraisy dibawah Penguasa Walid bin Mughirah di Mekkah.
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*